Friday, September 18, 2009

Makam-Makam Tua di Sulawesi Selatan

    Berziarah ke Kompleks Makam Raja-Raja Gowa
  Siang tanggal 21 Mei 2009, bersama teman-teman dengan mengendarai mobil dan sepeda motor berangkat ke lokasi Kompleks pemakam Raja-Raja gowa yang terletak di Bukit Palantikang, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Ziarah yang telah lama kami rencanakan, sebelumnya diantara kami sudah pernah ke makam ini, tetapi itu sudah lama sekali di masa kanak-kanak kami. Bersama dengan Akhiruddin Assegerey, Munawir Suyuti, Jabril Anugrah Sanisyah, Rafly Rahman dan Ramli Allo Padang berada dalam satu mobil Toyota Kijang milik kawan Munawir Suyuti. Kemudian disusul oleh kawan kami Ade Hermawan Al-Farombeani dan Nas Thandy Karaeng Daud yang mengendarai sepeda motor mereka nmasing-masing. 
  Dalam perjalanan kami memasuki daerah Katangka, mobil yang kami tumpangi mogok di depan Masjid tua Al-Hilal Katangka. Sambil menunggu kawan saya yang faham dalam mengutak-atik mesin dengan dibantu warga setempat, saya bersama kawan Jabril menempatkan untuk masuk ke dalam Masjid Tua Al-Hilal Katangka. Masjid yang disebut-sebut sebagai masjid tertua di Sulawesi Selatan ini (versi Gowa), didirikan pada tahun 1603. Masjid yang merupakan peninggalan Kerajaan Gowa, ketika baru-baru saja menerima agama Islam yang kemudian ditetapkan sebagai agama resmi kerajaan.
Di depan Masjid Tua Al-Hilal Katangka
   Beberapa lama menunggu, akhirnya mobil yang kami tumpangi "telah sembuh dari sakitnya" dan kamipun melanjutkan kembali perjalanan ke tujuan kami semula di kompleks pemakaman Raja-Raja Gowa. Setibanya di lokasi, kami disambut puluhan anak-anak warga setempat yang meminta uang (mengemis) dengan nada yang agak memaksa. "uang ta' dulue !"pinta mereka ketika menyambut kami. "Adede jammako dulu de' minta'-mintaki ki' kodong, carrukki juga' inie, maujaki datang kodong pi ziarahi ku'buruna raja-raja ta' riolo" ucapan salah satu dari kami untuk menindaki sambutan yang ditujukan kepada kami. Tak lama anak-anak itupun menjauhi kami, dan kami dsambut oleh juru kunci alias penjaga kompleks pemakaman tersebut.Bapak yang tak sempat kami tahu namanya, mengantar kami ke sebuah pos jaga di depan pintu pemakaman. Kami dipersilahkan masuk ke dalam pos, dan diminta untuk mengisi buku daftar tamu. Setelah mengisinya, kami dibukakan pintu dan dipersilahkan masuk ke area pemakaman.
  "Assalamu 'alaykum, ya ahl al-qubr", salam kami ucapkan buat segenap penghuni-penghuni makam sebagai adab kami ketika memasuki daerah pemakaman. Di dalam area pemakaman terdapat satu pondok yang menyimpan keterangan-keterangan mengenai isi kompleks pemakaman, di tengah-tengahnya juga terdapat patung setengah badan. Patung tersebut adalah patung dari Pahlawan Nasional Indonesia yang juga dimakamkan di kompleks pemakaman ini. Beliau adalah Raja Gowa ke-XVI, yaitu I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Tumenanga Ri Balla Pangkana, bergelar Sultan Hasanuddin. Dengan membaca keterangan-keterangan dan petunjuk pada pondok, kami menuju satu persatu makam yang ada di sana.
Patung Sultan Hasanuddin di kompleks pemakaman Raja-Raja Gowa, Bukit Palantikang Katangka

Makam Raja Gowa ke-XVI...I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Tumenanga Ri Balla Pangkana, bergelar Sultan Hasanuddin
Makam Raja Gowa ke-XVI...I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Tumenanga Ri Balla Pangkana, bergelar Sultan Hasanuddin.    Dengan berlatar makam dari kiri ke kanan (Rafly Rahman, Ramly Allo Padang, Aco', Munawir Suyuti, Nas Thandy Karaeng Daud, Ade Hermawan Al-Farombeani, dan Akhiruddin Assegery...Jabril Anugrah Sanisyah sebagai jurufoto)
Makam Raja Gowa ke-XV...I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga Ri Papang Batuna (makam di sebelah kiri), ayahanda Sultan Hasanuddin (makam di sebelah kanan)
Makam I Malingkaang Daeng Mannyonri Karaeng Matoayya,Sultan Abdullah Awalul Islam, Tumabbicara Butta ri Gowa Tumenanga ri Agamana


Makam Raja Gowa ke-XIV...I Mangngu'rangi Daeng Manrabia  Tu menanga Ri Gaukanna, Sultan Alauddin


Berziarah ke Kompleks Makam Datu Ri Bandang
  Dalam satu hikayat diceritakan bahwa Baginda Raja Tallo' yang bernama Karaeng Matoaya, bermimpi melihat cahaya di Tallo' yang memancar ke negeri-negeri lainnya. Berapa malam berselang di tepi Pantai Tallo' bersandar sebuah perahu kecil yang berlayarkan kain surban. Dari atas perahu turun seorang lelaki dengan tubuh yang memancarkan cahaya, kemudian melakukan gerakan sembahyang. Rakyat Tallo' yang menyaksikan lelaki tersebut, tentunya keheranan akan cahaya dan gerakan-gerakan yang tidak lazim bagi mereka. Rakyat Tallo' menceritakan kejadian yang baru saja dilihatnya kepada Baginda Karaeng Matoaya. Mendengar kejadian itu, Karaeng Matoaya menyegerakan ke Pantai Tallo' untuk menemui lelaki tersebut. Tetapi alangkah kagetnya Karaeng Matoaya ketika masih berada di depan istananya, lelaki yang diceritakan itu datang menghampirinya. Lelaki yang berjubah putih dan bersurban hijau dengan pancaran cahaya dari tubuhnya. Lelaki itu kemudian menyalami Karaeng Matoaya lalu menuliskan suatu kalimat beraksara Arab di telapak tangannya. Kemudian lelaki itu memerintahkan kepada Karaeng Matoaya untuk mencari seorang pendatang yang tidak lama lagi akan berlabuh di Pantai Tallo' untuk nantinya memperlihatkan tulisan ini kepadanya. Seketika setelah perintah itu, lenyaplah lelaki itu. Dengan perasaan yang begitu heran, Karaeng Matoaya bergegas ke Pantai Tallo' sebagai bentuk ketaatan dari perintah lelaki tadi. 
   Syahdan Karaeng Matoaya pun bertemu seorang pendatang yang baru saja merapat di Pantai Tallo'. Karaeng Matoaya menceritakan hal yang baru saja beliau alami dan tak lupa memperlihatkan tulisan yang ada di telapak tangannya. Pendatang tersebut kemudian dihadapkan kepada Karaeng Matoaya. Pendatang tersebut menjelaskan bahwa tulisan di lengannya adalah aksara Arab yang bertuliskan dua kalimat syahadat dan lelaki yang  menuliskan sesuatu di telapak tanganny itu adalah penampakan diri dari Baginda NabiUllah Muhammad SAW. 
  Sejak peristiwa tersebut, Karaeng Matoaya memeluk Islam diikuti pembesar-pembesar Istana dan rakyat Tallo' tentunya. Kemudian Karaeng Matoaya yang juga menjabat Mangkubumi di Kerajaan Gowa,  menyarankan kepada kemenakannya, yaitu Raja ke-XIV I Mangngu'rangi Daeng Manrabia untuk memeluk agama Islam. Raja  Gowa ini menerima dan  menyatakan masuk Islam dan diikuti para petinggi istana beserta rakyat Gowa. Agama Islam lalu dijadikan sebagai agama resmi Kerajaan Gowa. Raja Gowa ke-XIV setelah masuk Islam bergelar Sulthan Alauddin. Kerajaan Gowa dan Tallo' masa itu adalah dua kerajaan tetapi satu rakyat atau disebut juga kerajaan kembar. Setiap Raja Tallo' masa itu merangkap sebagai Tumabbicara/Mangkubumi atau Perdana Menteri Kerajaan Gowa.
   Berdasarkan kejadian pemunculan wujud kasar NabiUllah SAW, maka peristiwanya itu disebut sebagai "Akkasaraki atau Mangkasaraki Nabiyya" atau berarti Nabi menampakkan wujudnya kasarnya. Kemudian tempat kejadian peristiwa itu dinamakan Mangkasara' dengan penyebutan para pendatang seperti Arab, Melayu dan Eropa, berubah menjadi Makassar. Walaupun mengenai versi asal penamaan Kota Makassar juga banyak,karena jauh sebelumnya di kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca (1364), sudah disebut nama negeri Makassar. Begitupun pada catatan perjalanan seorang  Portugis yang bernama Tome Pires (1513), menyebut dan menggambarkan keadaan di negeri Makssar. Ya apapun cerita mengenai asal muasal penamaan Kota Makassar, kisah yang berbau mistis di ataslah yang mengisahkan awal penyebaran Islam di tanah Makassar.
  Pendatang yang dihadapkan kepada Karaeng Matoaya dan menjelaskan peristiwa "Mangkasara'ki Nabiyya" adalah seorang 'ulama yang datang dari Pulau Sumatera. 'Ulama ini jugalah yang berperan besar dalam penyebaran dan pengajaran Islam di Tanah Gowa-Tallo'(Makassar). Beliaulah Maulana Abdul Ma'mur Khatib Tunggal bergelar Datu' Ri Bandang. Menurut cerita beliau datang dari Tanah Minangkabau bersama dengan dua orang kawannya. Dua orang kawannya itu adalah Datu' Ri Tiro yang menetap di Tiro, Bulukumba dan seorang lagi adalah Datu' Sulaiman atau Datu' Ri Patimang yang menetap di Patimang,  Luwu'. Ada versi juga yang menyebut kalau ketiga datu' ini asalnya dari Aceh, sebab mereka menuntut ilmu agama dan diutus oleh Sultan Aceh. Wa Allahu a'lam. 
   Kemudian dibeberapa tempat di Sulawesi Selatan jauh sebelum tahun 1600an sudah memberikan tanda-tanda kedekatan dan tidak mustahil keislaman. Termasuk adanya makam yang dipercayai sebagai makam Maulana Sayyid Jamaluddin Al-Husaini Al Kubra di Tososra, Wajo. Sayyid Jamaluddin Al-Husaini adalah 'ulama yang juga terkenal di daerah Champa, Semenanjung Malaka, Sumatera, Kalimantan, dan di Jawa sebagai leleuhur dari beberapa Wali 9. Apapun 'ulama-'ulama tersebut trelah memberikan pengaruh yang besar bagi Islamisasi dan persatuan di Nusantara ini. Ta'zhim dan alFatihah ke atas arwah mereka.
Makam Datu' Ri Bandang, di Sinassara', Tallo', Kota Makassar.



405 tahun kemudian.....

   Kali ini berdua bersama kawan saya Rafly Rahman untuk mencari makam 'ulama yang ada dalam hikayat di atas. Dari beberapa informasi yang saya dapat, lokasi makam Datu' ri Bandang berada di daerah Tallo', tepatnya di Jalan Sinassara'. Maka hari itupun kami mencari lokasinya. Memasuki Jalan Sinassara', akhirnya terlihat gerbang besi berwarna hijau dengan tulisan "Makam Datu' Ri Bandang".  Kami berhenti dan mencoba masuk, sayang gerbangnya terkunci. Daripada tidak dapat hasil apa-apa,maka kami bertanya pada penduduk yang tinggal di dekat area makam. Walhasil kami mendapat info alamat rumah  juru kunci pemakaman tersebut. Kamipun bergegas mencari alamat yang baru kami peroleh.
   Setelah alamat rumah juru kunci makam telah kami temukan. Kamipun masuk ke halaman rumah sederhana yang berada  di samping SMA Datu' Ri Bandang."Iiii barusangi itu bapak keluar ana', nia' sumpaeng bede' urusanna", sambutan dari seorang ibu yang menegaskan kalau suaminya, pemegang kunci makam Datu' Ri Bandang yang kami cari tidak ada di rumahnya. "Ooo...iyye' bu', padahal mau sekalika' kodong masuk assiarah" jawaban saya. "Antamaki pale'na ri balla' ana' !", "mempo-mempo mamiki rong tayangi, katenamo antu kuissengi bela sallo-salloi kapang", lanjutnya. "iyye' bu tarimakasi', assalamu 'alaykum", jawaban kami lalu masuk dan duduk di dalam rumahnya. "wa'alekumussalam, antamaki !", "dudukki na'!" lanjut ibu tuan rumahTak lama ibu tuan rumah berdiri dan berkata "eee nia'ji pale' koncina nataro I bapa' ri lalanna lamariya, tayammi kuboyakangki na' !". Kemudian ibu itu keluar dari ruang tengah rumahnya bersama seorang anak lelakinya" inie na' koncina, terus sama tommaki' ini anakku, natau'ji itu, lewa' belakanmmaki' saja terus-terus !"."tarima kasi' ibu'!", "Mariki' paenna bu'" kami meminta permisi. Kamipun berjalan kaki ke belakang rumah menuju ke arah makam, dipandu anak juru kunci makam. Kami melewati perkampungan yang padat, lalu masuk lewat pintu belakang area pemakaman. 
   Melewati pintu pagar pertama terdapat banyak makam-makam baru. "Masi di bagian dalangi itu kuburanna Datu' Ri Bandang,  ye', ka tadi lewa' pintu belakangki'", cerita pemandu kami yang juga anak dari juru kunci makam. "Ooo, kalau ini iyya kuburanna warga di sinikah ?", tanya Rafly. "Iyye', kuburang warga di siniji, tapi masi keturunannaji juga Dato' ka ato keturunang pengiku'-pngiku'na" jawab pemandu kami. Melewati jejeran makam-makam tadi, kami masuk pada pintu pagar kedua. disinilah tampak bangunan kecil dengan tembok berwarna putih dan beratap seng warna hijau. "Di dalanna mi tu kuburanna Dato' Ri Bandang, ye'", ucapan disertai tunjuk jari dari pemandu kami. Mendekati bangunan penutup makam utama tadi, pemandu lalu membuka gembok pintu dengan kunci yang dibawanya. Setelah terbuka, kamipun masuk dan membaca Al-Fatihah buat arwah Maulana Datu' Ri Bandang. Kami lanjutkan dengan mengambil foto dari makam Datu' Ri Bandang. Di dinding bagian atas bangunan penutup makam terdapat tulisan Jawi dengan terjemahan Latin sebagai berikut :


Keterangan pada makam :

"Inilah kubah Maulana Syeikh Abdul Ma'mur Khatib Tunggal Datu' Ri Bandang, Bangsa Melayu dari Padang Darat Kampung Kota Tengah. Yang bermula mengembangkan Agama Islam ri Selebes Selatan pada hari Jum'at pada 14 Jumadil Awwal 1014 setuju 22 September 1605 masehi ". 


Berziarah ke Kompleks Makam Karaeng Pattingalloang dan Aru Palakka beserta Bangsawan - Bangsawan Kerajaan Gowa-Tallo'


    Selesai berziarah ke kompleks pemakaman Datu' Ri Bandang, siang hari itu juga kami melanjutkan ziarah ke sebuah kompleks pemakaman di Katangka, Kabupaten Gowa. Di kompleks pemakaman ini terdapat banyak makam raja dan bangsawan.Gowa - Tallo'. Yang di makamkan di area ini antara lain I Mangadacinna Karaeng Patingalloang Sultan Mahmud yang terkenal akan kecerdasannya, Latenri Tatta Arung Palakka, beberapa lainnya adalah bangsawan-bangsawan Gowa Tallo dan pengikut-pengikut mereka.

Gerbang kompleks pemakaman Arung Palakka dan Bangsawan-Bangsawan Gowa-Tallo'
Bangunan kubah  penutup makam Raja Tallo' sekaligus Tumabbicara Gowa, Karaeng Patingalloang 
Kompleks pemakaman  dimana dimakamkan juga Bangsawan-Bangsawan Kerajaan Gowa-Tallo'
Bersambung......